Total Tayangan Halaman

Minggu, 29 September 2013

Hidup hanyalah menunggu kematian

Menghitung hari...Memang sederhana, saat ini kita hanya tinggal menunggu kematian, semua sudah tertulis dan tidak bisa di ubah lagi. Nah masalahnya kita menunggu kematiannya sambil melakukan apa. Gak mungkin kan kita menunggu kematian hanya bengong, melamun, jongkok.
Ada yang menunggu kematian dengan mabuk, main gaplek, remi, judi sabung ayam. Ada juga yang menunggu kematian sambil korupsi, makan uang anak yatim. Ada semuanya dan beragam, dari yang paling jelek dan salah sampai dari yang paling baik dan benar.

Mungkin seni terindah menunggu kematian adalah mengerjakan amal shalih dan menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, menjadi agen perubahan untuk menjadi lebih baik lagi. Menjadi manfaat untuk orang lain. Mengajak orang lain untuk amar ma’ruf nahi mungkar.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103)


“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar. Terimalah dan hadapilah"  (Soe Hok Gie)

Apa yang sejatinya telah kalian lakukan dalam menunggu kematian?


Aku ingin menunggunya di puncak gunung
Jika boleh berteriak, ingin memanggilnya diantara edelweiss agar sampai padanya bahwa aku menunggunya.
Jika boleh berbisik, ingin aku menyampaikan pada semilir angin yang lewat masuk kedalam tendaku membuat hawa dingin itu menyelusup dalam sleeping bagku.
Jika boleh menitipkan pada rintik hujan, ingin aku menyelipkan pesan padanya, bahwa kematian merupakan puncak kesepian bagiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar