Total Tayangan Halaman

Jumat, 10 Juni 2011

Bola Basket Mini

Ide ini sudah ada sejak 2005. Terinspirasi dari adanya Volley Ball Mini dan maraknya Futsal akhir-akhir ini, maka aku mencoba untuk menciptakan Basketball Mini.

Berawal dari sebuah keprihatinan karena kurangnya minat anak-anak SD dan SMP menggeluti olahraga Bola Basket. Kurangnya minat ini memang sangat beralasan karena olahraga Bola Basket seolah hanya diperuntukkan bagi mereka yang bertubuh tinggi karena ketinggian ring standard adalah 3,05M, bagi anak-anak seumuran mereka tentu akan kesulitan untuk memasukkan bola.

Tidak ada tujuan merusak platform permainan Bola Basket, aku hanya ingin menanamkan dasar permainan Bola Basket, bagimana drible, bagaimana passing, bagaimana lay-up. Olahraga apapun pada dasarnya adalah habit, jika dilatih secara continue sejak dini pasti dapat dikuasai. 

Hampir tidak ada rules yang berubah dari peraturan baku permainan Bola Basket, tidak seperti streetball, semua mengadopsi dari peraturan Perbasi, aku hanya merubahnya sedikit, disesuaikan dengan lebar lapangan. Perubahan tersebut adalah :
  •  Ukuran Lapangan Basketball Mini adalah seukuran lapangan Bola Volley, 18 x 9 meter (selanjutnya lihat detail gambar).
  • Tinggi ring adalah 2,80 M, Diameter ring 40 cm, Bola yang dipakai adalah uk. 6.
  • Jumlah pemain adalah 4 lawan 4.
  • Penghitungan angka adalah point 1 untuk memasukkan bola dari dalam area, dan point 2 memasukkan bola dari luar area.  Free throw hanya dilakukan sekali, dan hanya dijaga oleh 1 pemain dari masing2 tim.
  • Lama permainan adalah 2 x 10 menit continues (waktu kotor, seperti pertandingan sepakbola).
  • Tidak ada three second violation, dan 24 second violation diganti 15 second.
Kami membutuhkan sumbang saran kawan-kawan untuk menyempurnakan rules permainan Basketball Mini ini dan kami butuh bantuan untuk memasyarakatkannya.

Aku bermimpi dimasa yang akan datang, setiap sekolah SD dan SMP di Indonesia dapat memiliki satu tim Bola Basket, dan kompetisi Basketball Mini dapat diadakan minimal setahun  2X. Kelak Basketball Indonesia akan menjadi macan Asia, atau minimal ada satu pemain NBA berasal dari Indonesia (mimpi yang sempurna).

Semarang, 09 Juni 2011.

Kamis, 09 Juni 2011

TAK ADA LAGI EDELWEISS DI MERBABU

 Sabtu, 16 Februari 2008. Lama aku tunggu kesempatan ini. Kesibukan sebagai bapak dengan tiga orang anak juga tidak adanya teman yang mau menemani menjadi halanganku untuk kembali menjadi ‘anak rimba’. Aku berfikir si sulung saat itu sudah 13 tahun, sudah cukup kuat bertahan, meski awalnya mendapat tentangan dari yang melahirkan. Aku hanya ingin mendidik dia menjadi seorang laki-laki sejati. Dulu Merbabu adalah home sweet home, aku sering mendaki  berdua dengan ‘bekas pacarku’ yang sekarang menjadi ibu anak-anakku untuk sekedar melihat edelweiss mekar.
Berbekal 6 bungkus Mie Instan, 4 bungkus kopi plus gula, 2 bungkus roti isi coklat, sedikit gula jawa, 4 buah lilin, 1 pak parafin, 5 liter air, 1 poncho, 2 potong sarung, sandal tjepit, 1 buah senter LED, 1 buah senter korek gas dan 1 buah matras, aku berangkat ke Tekelan. Benar-benar pendakian ala 90-an, tanpa dome, tanpa sleeping bag, dan hanya berdua. Tadinya aku berharap di basecamp akan bertemu banyak teman, ternyata basecamp sudah sangat berbeda.  Aku tak menjumpai satu orangpun. Aku berfikir mungkin aku yang salah karena saat itu bulan Februari, musim hujan.  Saat aku tanya ke ‘bekele’ (kepala dukuh), katanya sekarang sudah jarang ada anak naik gunung, tidak seperti dulu tahun 90-an dimana pada bulan Mei s.d September hampir setiap minggu pasti ada yang naik gunung. Benarkah anak muda sekarang paranoid dengan alam liar?
Tepat jam 21.00 aku putuskan untuk mulai tracking, setelah berdo’a berdua kami mulai berjalan. Jalur pertama adalah ladang penduduk, kemudian memasuki hutan pinus.  Kira-kira 1 jam berjalan aku mulai merasa ada yang tidak beres, seingatku harusnya ada pipa air dijalur ini sampai ke POS Pending, tapi karena memang sudah lupa aku memutuskan untuk jalan terus. Jam 22.30, aku belum juga sampai POS, baru aku menyadari, kami telah tersesat. Aku memutuskan untuk kembali sampai pertigaan pertama sebelum hutan pinus. Disitulah awal ketersesatanku, seharusnya aku belok kiri dulu, dalam hati aku mengumpat ‘mana petunjuk arah yang pernah aku pasang dulu?’. Jam 23.45 kami baru sampai POS Pending, si sulung sudah terlihat begitu kelelahan.
Di POS Pending  kami istirahat sebentar, setelah sekitar 15 menit aku putuskan untuk kembali berjalan, kira-kira 1 jam kemudian kami sampai di POS I dan istirahat lagi. Kali ini aku membuka bekal, memasak 2 mie instan dan membuat secangkir kopi. Setelah makan dan cukup istirahat kami berjalan lagi, sekitar 50 meter ternyata ada pertigaan lagi, kembali aku memutuskan untuk ambil jalan lurus, ternyata jalan itu semakin turun dan menuju ke sumber air, maka kami kembali tersesat. Rupanya ‘petunjuk arah’ benar-benar telah hilang dijalur ini, ataukah aku yang tidak memperhatikan, aku kembali mengumpat. Kami kembali ke pertigaan.
Trek aku rasakan semakin berat dan gelap, sepintas timbul keraguan, aku tanyakan ke si sulung : “masih sanggup?”. Si sulung hanya menjawab : “pelan-pelan aja pak, jalannya licin dan kabut, senter korek sudah ndak bisa nembus”. Selepas hutan pinus, kami sampai di lereng putih, untunglah keadaan saat itu gelap dan berkabut, tidak nampak lereng putihnya, kalau nampak mungkin si sulung akan sedikit ketakutan karena dari kejauhan warna putih lerengnya ‘seperti tidak wajar’  (memang lereng putih ini kadang tampak seperti sekumpulan pocongan dan ada mitos penduduk lokal, lereng putih ini banyak makhluk halusnya). Aku menyemangati diri sendiri dan si sulung untuk terus berjalan. “Sebentar lagi nak, sedikit lagi, jangan menyerah”.
Sampai di POS Gumuk sekitar jam 02.00 kami istirahat, aku mencari ranting-ranting kering untuk dijadikan api unggun. Setelah menyalakan ranting dengan bantuan parafin, aku suruh si sulung untuk tidur dengan hanya berselimut sarung. Dalam kesendirian, aku bertanya dalam hati : “Apa yang sebenarnya kucari ditengah hutan ini?” Rasanya aku tidak butuh jawaban, namun aku kecewa karena harapan melihat sejuta bintang tidak kesampaian, tertutup kabut dan mendung.
Aku juga tertidur sebentar, sekitar jam 03.00 aku bangunkan si sulung, dan kami kembali berjalan. Trek semakin berat, terus menanjak. Kami berhenti setiap lima langkah untuk mengambil nafas, aku terus memotivasi si sulung yang kelihatan mulai lelah dan mengantuk. Kami beberapa kali terpeleset karena jalan licin, entah karena gerimis sore atau embun malam. Tapi memang benar-benar aku merasa trek semakin berat, aku berfikir dulu sepertinya tidak seberat ini. Treknya yang berubah atau usiaku yang bertambah? Aku hanya menikmati perjalanan, berusaha terus menapak selangkah demi selangkah. Bagi si sulung pendakian ini adalah pengalaman pertamanya dan aku ingin menanamkan prinsip ‘never give up’ kepadanya.
Sekitar jam 04.30 kami sampai di POS Watu Gubug, suasana sudah tidak lagi gelap karena menjelang pagi, dalam hati aku bersyukur sudah sampai sejauh ini. Kami kembali istirahat dan membuat secangkir kopi. Tidak ada pemandangan yang bisa dilihat, seandainya cuaca tak berkabut dan mendung, dari POS ini biasanya aku bisa memandang kota Salatiga yang kelihatan lampu-lampunya. Setengah jam kami beristirahat, aku ajak si sulung kembali berjalan, sedikit ogah-ogahan si sulung bangkit. Aku menunjuk keatas bukit, tampak antenna pemancar lamat-lamat. Aku bilang : “itu puncak sudah kelihatan, ayo sedikit lagi”.
Dari POS Watu Gubug ini karakter trek sudah berbeda, semakin berat. Kali ini mendaki lereng dengan kemiringan 75 derajat, kadang tak bisa dilalui hanya dengan berjalan biasa tapi harus dengan membungkuk bahkan merangkak. Justru dengan merangkak aku tidak merasa berat, kira-kira ½ jam kami sampai di POS Pemancar. Si sulung protes : “mana pak, katanya sudah sampai puncak, kok disana masih ada yang lebih tinggi”. Aku jawab : “Tidak ada tempat yang paling tinggi nak, diatas langit masih ada langit. Kita hanya berusaha setinggi-tingginya”. Kami tidak beristirahat di POS Pemancar ini, aku ajak si sulung untuk melanjutkan sampai ke puncak Syarif (ada 2 puncak di Gunung Merbabu, puncak Syarif dengan ketinggian 3.142 mdpl dan puncak Kenteng Songo 3.104 mdpl). Kondisi POS Pemancar tidak banyak berubah, hanya tampak semakin gersang, masih ada drum penampung air disitu, tapi sudah tidak mungkin menampung air karena drum sudah bocor dimakan karat.
Setelah jalan mendatar kira-kira 200 meter, trek kembali menanjak dengan kemiringan sekitar 60 s.d 75 derajat. Sebentar kami sampai di POS Helipad, angin sangat kencang disini, terkadang membawa bau belerang. Di POS ini kami kembali istirahat, di tempat yang agak tertutup batu besar aku memasak 2 mie rebus lagi, untuk bekal ke puncak. Selesai makan, aku tinggalkan backpacker disini untuk tracking terakhir menuju puncak, aku hanya membawa botol air 600ml dan sepotong roti. Tidak ada satu jam kami telah sampai di puncak Syarif. Sekitar jam 07.00 aku duluan yang sampai, si sulung menyusul kira-kira 5 menit kemudian. Aku kembali mengulang kebiasaanku begitu mencapai puncak, kencing, itu adalah tanda teritorialku. Dari pertama aku naik gunung, sejak Merapi 17 Agustus 1991, aku memang selalu kencing sesampainya di puncak. Bukan tanpa alasan aku kencing, aku berharap air seniku mengalir kebawah dan mampu menyuburkan gunung, agar selalu hijau (lebay).
Tidak ada ritual apapun dipuncak, kami hanya sebentar, kami juga tidak berfoto karena memang tidak punya kamera, aku hanya membawa HP Nokia 3310 yang sudah habis batunya. Puncak juga tidak menarik karena benar-benar tidak ada yang bisa dilihat, jarak pandang ke bawah hanya sekitar 20 meter. Dalam hati aku menyesal membawa si sulung naik di bulan Februari, dari puncak Syarif biasanya terlihat gunung Merapi dan di kejauhan tampak puncak Sundoro dan Sumbing, puncak Lawu, dan kadang kelihatan puncak Slamet. Dan yang paling membanggakan, di puncak syarif ini sering tertutup kabut, dan kita seolah berdiri diatas mega-mega. Hanya satu yang menarik, saat si sulung sampai di puncak, rambutnya putih semua tertutup salju Merbabu. (Merbabu bersalju? Bukan, itu adalah embun dari kabut yang menempel di rambut).
Aku bersyukur telah kembali mencapai puncak Merbabu, setelah terakhir Agustus 1994. Dan aku juga telah mengajarkan satu hal kepada si sulung, “Jika kita yakin untuk mencapai puncak, maka tercapailah, jadi never give up”.
Perjalanan turun kami lakukan dengan cepat, aku ajarkan kepada si sulung untuk melepaskan beban tubuh, jangan ditahan, gunakan kaki dan tangan hanya untuk meraih ranting pohon kecil atau batu agar tak terlalu laju. Di pertigaan menuju puncak syarif dan kenteng songo si sulung sempat jatuh terpeleset, tangannya lecet, tapi tidak berarti. Aku lalu menyuruhnya untuk berjalan pelan saja.
Setelah mengambil backpacker di POS Helipad kami istirahat di POS Pemancar. Agak lama kami disitu karena aku ingin mengenang masa lalu. Aku dulu sering memandangi edelweiss yang tumbuh subur dibawah lereng dan memetiknya setangkai dua tangkai. Kemudian aku turun ke lereng untuk sekedar napak tilas. Tak ada satupun pohon edelweiss, lereng hanya ditumbuhi ilalang dan rumput liar. Aku menyesal, bukan karena pendakian yang tak menghasilkan apa-apa, juga bukan karena tidak membawa kamera. Aku menyesal untuk setiap tangkai edelweiss yang aku petik dulu. Aku menyesal karena tak ada lagi edelweiss di gunung Merbabu. Aku menyesal karena tak bisa menjawab pertanyaan si sulung : “seperti apa pohon edelweiss itu?”. Kami pun pulang tanpa kenangan. Entah apa yang dipikirkan si sulung. Aku harap suatu ketika dia akan kembali, dengan atau tanpa aku, sekedar melihat : 'masihkah ada edelweiss disitu?'

Rabu, 01 Juni 2011

Berandal Cina : masih adakah yang seperti dia?


hok-gie.jpg 
  • Ketika Mira Lesmana dan Riri Riza menggarap film Gie, Soe Hok Gie, sudah 36 tahun terlelap dalam tidur abadinya. Buku hariannya Catatan Harian Seorang Demonstran sudah 10 tahun menghilang dari toko buku.

  • Wajar saja jika pertanyaan “Siapa Soe Hok Gie? akan dijawab orang berbeda-beda. Di mata mahasiswa ia adalah seorang demonstran tahun 60-an. Namun di mata pecinta alam dia adalah anak Mapala UI (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia) yang tewas di Semeru tahun 1969.

MELAMUN DI ATAS GENTING

  • “Gila! Umur 14 tahun dia sudah baca bukunya Gandhi, Tagore (Rabindranath Tagore, filsuf India-Red). Saya mungkin perlu waktu 10 tahun untuk bisa mengejar, puji Nicholas Saputra tentang Gie.

  • “Saya sering mendapatinya asyik membaca di bangku panjang dekat dapur, kenang kakaknya, sosiolog Arief Budiman yang kini menetap di Australia. Kakak perempuannya Dien Pranata punya kenangan berbeda. Ketika anak-anak sebayanya asyik mengejar layangan, Gie malah nongkrong di atap genting rumah. “Matanya menerawang jauh, seperti mencoba menyelami buku-buku yang dibacanya.

  • Selain membaca, Gie juga suka menulis buku harian. Sejak usia 15 tahun, setiap hari, ia menulis apa saja yang dialaminya. Catatan harian pertamanya bertanggal 4 Maret 1957, ketika ia masih duduk di kelas 2 SMP Stada. Catatan terakhir bertanggal 10 Desember 1969, hanya seminggu sebelum kematiannya.

BERANI MENGKRITIK

  • Di zaman Gie, kampus menjadi ajang pertarungan kaum intelektual yang menentang atau mendukung pemerintahan Bung Karno. Sepanjang 1966-1969 Gie berperan aktif dalam berbagai demonstrasi. Uniknya ia tak pernah menjadi anggota KAMI, organisasi yang menjadi lokomotif politik angkatan 66.

  • Gie lebih banyak berjuang lewat tulisan. Kritiknya pada Orde Lama dan Presiden Soekarno digelar terbuka lewat diskusi maupun tulisan di media masa. Ketika pemerintahan Soekarno ditumbangkan gerakan mahasiswa Angkatan 66, Gie memilih menyepi ke puncak-puncak gunung ketimbang menjadi anggota DPR-GR.

  • Sebagai anak muda, walaupun suka mengkritik dan doyan menyendiri, Gie ternyata sangat “gaul. “Penampilannya, biasa aja. Tapi kenalannya orang berpangkat dan nama-nama beken. Saya tahu, karena sering ikut dia. Misalnya saat ambil honor tulisan di Kompas atau Sinar Harapan. Nggak terbayang dia bisa kenalan dengan penyair Taufik Ismail dan Goenawan Mohamad! “, kata Badil.

TEWAS DI PUNCAK SEMERU

  • “Saya selalu ingat kematian. Saya ingin ngobrol-ngobrol, pamit, sebelum ke Semeru, begitu penggalan catatan harian Gie, Senin, 8 Desember 1969. Seminggu setelah itu, ia bersama Anton Wiyana, A. Rahman, Freddy Lasut, Idhan Lubis, Herman Lantang, Rudy Badil, Aristides Katoppo berangkat ke Gunung Semeru.

  • Siapa mengira, itulah terakhir kalinya mereka mendaki bersama Gie. Tanggal 16 Desember 1969, sehari sebelum ulangtahunnya ke 27 Gie dan Idhan Lubis tewas saat turun dari puncak karena menghirup uap beracun. Herman Lantang yang berada di dekat Gie saat kejadian melihat Gie dan Idhan kejang-kejang, berteriak dan mengamuk. Herman sempat mencoba menolong dengan napas buatan, tapi gagal.

  • Musibah kematian Gie di puncak Semeru sempat membuat teman-temannya bingung mencari alat transportasi untuk membawa jenazah Gie ke Jakarta. Tiba-tiba sebuah pesawat Antonov milik AURI mendarat di Malang. Pesawat itu sedang berpatroli rutin di Laut Selatan Jawa, Begitu mendengar kabar kematian Gie, Menteri Perhubungan saat itu Frans Seda memerintahkan pesawat berbelok ke Malang. “Saat jenasah masuk ke pesawat, seluruh awak kabin memberi penghormatan militer. Mereka kenal Gie!, kata Badil.

  • Jenasah Gie semula dimakamkan di Menteng Pulo. Namun pada 24 Desember 1969, dia dipindahkan ke Pekuburan Kober Tanah Abang agar dekat dengan kediaman ibunya. Dua tahun kemudian, kuburannya kena gusur proyek pembangunan prasasti. Keluarga dan teman-temannya, memutuskan menumbuk sisa-sisa tulang belulang Gie.

“Serbuknya kami tebar di antara bunga-bunga Edelweiss di lembah Mandalawangi di Puncak Pangrango. Di tempat itu Gie biasa merenung seperti patung", kata Rudy Badil.

Puisi Terakhir Soe Hok Gie


 
Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah, 
Aada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di wiraza, 
Ttapi aku ingin menghabiskan waktu ku disisi mu sayang ku…. 
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu 
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mandala wangi 
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang 
Ada bayi-bayi yang lapar di Biafra 
Tapi aku ingin mati disisi mu manisku 

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya 
Tentang tujuan hidup yang tidak satu setan pun tahu 
Mari sini sayangngku 
Kalian yang pernah mesra Yang pernah baik dan simpati padaku 
Tegaklah ke langit luas Atau awan yang menang 
Kita tak pernah menanamkan apa-apa 
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa 
Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahir 
Yang kedua dilahirkan tapi mati muda 
Dan yang tersial adalah berumur tua 
Berbahagialah mereka yang mati muda 
Mahluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada 
Berbahagialah dalam ketiadaanmu 

In Memoriam : Soe Hok Gie

Kasih Batu dan Cemara
Dari beberapa catatan kecil serta dokumentasi yang ada, termasuk buku harian Soe yang sudah diterbitkan, Catatan Seorang Demonstran (CSD) (LP3ES, 1983), di benak saya mulai tergali suasana sore hari bergerimis hujan dan kabut tebal, tanggal 16 Desember 1969 di G. Semeru.

Seusai berdoa dan menyaksikan letupan Kawah Jonggringseloko di Puncak Mahameru (puncaknya G. Semeru) serta semburan uap hitam yang mengembus membentuk tiang awan, bersama Maman saya terseok-seok gontai menuruni dataran terbuka penuh pasir bebatuan. Kami menutup hidung, mencegah bau belerang yang makin menusuk hidung dan paru-paru.

Di depan kelihatan Soe sedang termenung dengan gaya khasnya, duduk dengan lutut kaki terlipat ke dada dan tangan menopang dagu, di tubir kecil sungai kering. Tides dan Wiwiek turun duluan. Sempat pula kami berpapasan dengan Herman dan Idhan. Kelihatannya kedua teman itu akan menjadi yang paling akhir mendaki ke Mahameru.

Dengan tertawa kecil, Soe menitipkan batu dan daun cemara. Katanya, "Simpan dan berikan kepada kepada "kawan-kawan" batu berasal dari tanah tertinggi di Jawa. Juga hadiahkan daun cemara dari puncak gunung tertinggi di Jawa ini pada cewek-cewek FSUI." Begitu kira-kira kata-kata terakhirnya, sebelum bersama Maman saya turun ke perkemahan darurat dekat batas hutan pinus atau situs recopodo (arca purbakala kecil sekitar 400-an meter di bawah Puncak Mahameru).

Di perkemahan darurat yang cuma beratapkan dua lembar ponco (jas hujan tentara), bersama Tides, Wiwiek dan Maman, kami menunggu datangnya Herman, Freddy, Soe, dan Idhan. Hari makin sore, hujan mulai tipis dan lamat-lamat kelihatan beberapa puncak gunung lainnya. Namun secara berkala, letupan di Jonggringseloko tetap terdengar jelas.

Menjelang senja, tiba-tiba batu kecil berguguran. Freddy muncul sambil memerosotkan tubuhnya yang jangkung. "Soe dan Idhan kecelakaan!" katanya. Tak jelas apakah waktu itu Freddy bilang soal terkena uap racun, atau patah tulang. Mulai panik, kami berjalan tertatih-tatih ke arah puncak sambil meneriakkan nama Herman, Soe, dan Idhan berkali-kali.

Beberapa saat kemudian, Herman datang sambil mengempaskan diri ke tenda darurat. Dia melapor kepada Tides, kalau Soe dan Idhan sudah meninggal! Kami semua bingung, tak tahu harus berbuat apa, kecuali berharap semoga laporan Herman itu ngaco. Kami berharap semoga Soe dan Idhan cuma pingsan, besok pagi siuman lagi untuk berkumpul dan tertawa-tawa lagi, sambil mengisahkan pengalaman masing-masing.

Tides sebagai anggota tertua, segera mengatur rencana penyelamatan. Menjelang maghrib, Tides bersama Wiwiek segera turun gunung, menuju perkemahan pusat di tepian (danau) Ranu Pane, setelah membekali diri dengan dua bungkus mi kering, dua kerat coklat, sepotong kue kacang hijau, dan satu wadah air minum. Tides meminta kami menjaga kesehatan Maman yang masih shock, karena tergelincir dan jatuh berguling ke jurang kecil.

"Cek lagi keadaan Soe dan Idhan yang sebenarnya," begitu ucap Tides sambil pamit di sore hari yang mulai gelap. Selanjutnya, kami berempat tidur sekenanya, sambil menahan rembesan udara berhawa dingin, serta tamparan angin yang nyaris membekukan sendi tulang.

Baru keesokan paginya, 17 Desember 1969, kami yakin kalau Soe dan Idhan sungguh sudah tiada, di tanah tertinggi di Pulau Jawa. Kami jumpai jasad kedua kawan kami sudah kaku. Semalam suntuk mereka lelap berkasur pasir dan batu kecil Gunung Semeru. Badannya yang dingin, sudah semalaman rebah berselimut kabut malam dan halimun pagi. Mata Soe dan Idhan terkatup kencang serapat katupan bibir birunya. Kami semua diam dan sedih.

Selasa, 24 Mei 2011

Dibalik Kisah Anggota DPR yang meninggal kecelakaan

Cerita pilu kecelakaan anggota DPR


Semalam habis kumpul-kumpul sama temen-temen lama, alhamdulillah ternyata mereka sudah pada jadi orang. Ada M yang sudah jadi pengusaha minyak, ada S yang jadi boss catering, ada P yang jadi jaksa dan ada juga R yang jadi ketua partai politik.  Dalam perbincangan teman yang berkecimpung di partai politik bercerita :

R :  "Aku hanya ingin jadi ketua partai, ndak ingin lebih, apalagi sampai jadi anggota DPR atau DPRD"

M : "Ah yang bener, kalau dipercaya rakyat aku aja mau kok..."

R : "Suerrrr..."

P : "Paling kamu takut ketahuan korupsi kan? lantas membusuk dalam penjara"

R : "Ah gak juga, kalau mau korupsi aku sudah melakukannya dari sekarang mumpung baru jadi ketua partai"

S : "Terus kenapa?"

R : "Aku ndak mau dikubur massal"

S : "Whats, emang ada anggota DPR yang dikubur massal?"

R : "Kalian ini ndak tau apa pura-pura ndak tau, ingat kecelakaan rombongan anggota DPRD 2 tahun lalu, bis mereka masuk jurang.  Pas kecelakaan ada tukang ojek lewat, dia baca spanduk yang terdapat disamping bus "rombongan anggota DPRD" tapi dia gak beranjak untuk menolongnya meski ada yang teriak-teriak. Kemudian ada orang lain yang lewat, dia tanya ke tukang ojek "kenapa ndak ditolong mas, ayo kita tolong!". Tukang ojek menunjuk ke arah spanduk dia menjawab dengan berbisik ditelinga orang itu. Lantas orang itu mengajak tukang ojek turun jurang, "Ayo kita kuburkan saja mereka!"

M : "Ah... mereka orang-orang ndak manusiawi"

R : "Bukan ndak manusiawi bro, ketika mereka selesai menguburkan korban, ada rombongan polisi datang, dia tanya ke mereka berdua, "korbannya mana?" 
jawab mereka serempak, "sudah kita kuburkan massal disebelah situ pak", 
tanya polisi lagi "lho, emang ndak ada yang selamat?" 
jawab tukang ojek : "Tadi ada juga yang teriak-teriak minta tolong pak, tapi ya aku cuekin aja"
Polisi : "kenapa"
Tukang Ojek : "mulut mereka mana bisa dipercaya pak.... aku ndak mau dibohongi lagi"

M : "O O O.... "

R : "Gimana, masih tertarik jadi anggota DPR?"


--- Hidup ini indah asal bisa tertawa ---

 Diceritakan kembali oleh : Sonny Iksan, Alumni SMP 6 Smg.

Senin, 23 Mei 2011

Janda ini rupanya lagi horny

Antara Janda, Keperawanan, dan Partai Politik


Seorang janda datang ke Pengadilan  Agama mendaftarkan gugatan cerai. Dia menemui seorang Jaksa yang pernah dikenalnya.
Jaksa : "Bu Angie lagi, apa kabar bu, ada yang bisa kami bantu?".
Janda : "Baik-baik aja pak, saya mau menggugat cerai suami saya nih..."
Jaksa : "Gugat cerai lagi bu, perasaan baru 2 bulan yang lalu ibu gugat cerai, kok sekarang mau cerai lagi, apa  yang kemarin akhirnya ndak jadi cerai".

Janda : "Jadi pak, ini saya gugat cerai suami saya yang ke-tiga".

Jaksa : "Aduh, kok gitu ya bu, masalahnya apa lagi sih, mbok ya diusahakan berdamai dulu tow bu...."
Janda : "Ndak bisa pak, keputusan saya sudah bulat, tiga kali saya menikah, tiga kali pula saya mengalami masalah yang sama.  Bayangkan pak, sudah 3 kali saya menikah tapi sampai hari ini saya masih juga perawan, apa ndak kebangetan?"
Jaksa : "Lho? Katanya ibu sudah kawin-cerai 3 kali, mana bisa masih perawan ...?"

Janda : "Gini lho pak, eks suami saya yang pertama ternyata impoten."

Jaksa : "Oh gitu, tapi suami ibu yang ke-2 gak impoten kan?"

Janda : "Betul, cuma dia gay, jadi saya gak diapa-apain sama dia."

Jaksa : "Lalu suami ibu yang ke-3 gak impoten dan bukan gay kan?"

Janda : "Betul juga, tapi ternyata dia itu orang 'partai politik'...."

Jaksa : "Lalu apa hubungannya antara 'orang partai' dengan keperawanan ibu ...?"

Janda : "Sampai hari ini dia cuma janji-janji saja pak, 'gak pernah terealisasi', siapa yang gak dongkol !!!
            Emang bisa kita dipuaskan oleh 'janji'? "

Jaksa : "?!?!?!?!????"
--- Yang penting hepy... ---

Tips : Mencegah Pembobolan rekening via ATM

Cara Mencegah Pembobolan ATM

Karena banyak terjadi kasus pembobolan dana lewat ATM, berikut adalah tips bagi anda sebelum mengambil uang di ATM.

  • Cari mesin yang mulut mesinnya berwarna ijo. Kalau nggak ada, coba cari warna pink. Kalau nggak ada juga, coba cari warna biru. Kalau nggak ada juga, mungkin anda lagi di WC Umum, bukan ATM.
  • Masukin ATM bank lain, untuk menipu penyadapan pin anda. Siapa tahu keluar juga duitnya.
  • Coba bicara dulu sama mesin ATM-nya. "Elo disadap nggak?" Kalau dia bilang nggak, ambil dah.
  • Coba tes masukin KTP anda dulu, kalau tiba-tiba fotonya keluar beda. Berarti itu disadap!
  • Bungkus kartu ATM anda dengan kondom untuk mencegah kebocoran/penyadapan.

--- Selamat Mencoba ---

Kisah Malam Pertama

Kisah Malam Pertama Angie si Janda Kembang

Category:  Humor Dewasa

Setelah ditinggal mati Adjie suaminya, Angie dijodohkan orang tuanya dengan Yopi, Sekretaris Desa dari kampung sebelah. Meskipun sebetulnya masih berduka, Angie akhirnya setuju kumpul dengan Yopi.

Malam pertama mereka, Angie menunggu di tempat tidur, selimutan. Saat Yopi membuka selimut dia melihat Angie tanpa busana, tanpa bra, tapi mengenakan CD warna hitam. Yopi terbelalak melihatnya, "tak seperti janda" gumamnya dalam hati.  Namun Yopi kaget ketika Angie bilang :

"Mas Yopi.. bibirku.. tubuhku.. dadaku.. milikmu sekarang.. tapi… maaf mas.. yang berpakaian hitam dibawah.. dia masih berduka cita.."

Yopi mikir sejenak, trus dia bilang.. "Nggak pa-pa say.. tapi sebentar ya.."

Yopi ke kamar mandi. Balik dari kamar mandi, dia sudah bugil dan hanya mengenakan kondom berwarna hitam sambil nyengir Yopi bilang,

"Say.. yang berpakaian hitam dibawah ini.. dia mau menyampaikan bela sungkawa sedalam dalamnya!!"

Mr. Obama keranjingan Film American Pie 7

Klo kalian udah melihat film American Pie 7, ini adalah salah satu adegannya, cekidot!!


Pelecehan sexsual gaya Amerika

Pelecehan sexsual gaya Amerika di film American Pie 10 
(udah produksi belum ya...)





Gambar perjuangan seorang ibu yang melahirkan di air


Yang merasa ngeri atau jijik mending gak usah liat

Tapi klo memang penasaran, silahkan lanjutkan, gak ada yang nge-larang kok....
cekidot !!!








































Foto ibu yang melahirkan di air

Minggu, 22 Mei 2011

Agar hubungan suami-Istri tak terasa hambar

Adult Only
Seorang teman laki-laki semasa SMP baru-baru ini datang ke rumahku, dia menceritakan masalah rumah tangganya yang diambang perceraian. Setelah ngobrol sana-sini dan menceritakan semua permasalahan, aku tiba pada satu analisa kalau temanku itu terlalu monoton dalam melakukan hubungan, tidak variatif, membosankan dan terkesan hanya sekedar ritual biasa.

Karena temanku meminta saran bagaimana baiknya, esok harinya gantian aku datang ke rumah temanku itu, kami ngobrol bertiga dengan istrinya, maka sang Istri kemudian aku nasehati untuk lebih responsif salah satunya adalah  dengan mengeluarkan suara "keluhan" di saat permainan mereka hampir mencapai puncaknya.
 
Ketika waktu beranjak malam, aku berpamitan, tak lupa aku berpesan kepada temanku untuk menelepon esok hari. Benar saja pagi-pagi sekali temanku sudah telepon, dia menceritakan 'pertempuran' semalam.

Awalnya dengan bersemangat mereka melakukan permainan dan ketika terasa hampir mencapai puncaknya temanku ingat pesanku, dia memberi aba-aba, "Ayo bu...cepat mengeluh !!!", dan sebelum klimaks, istrinya benar-benar mengeluh, katanya : "Aduuuh... pakkkk....tadi di pasar pusiiiiiing deh... segala macam barang naik...dari minyak, telur, bawang..... Mabok deh kalo gini terus.....mana pasarnya becek, ga ada ojek.....!!!"

--- Just Fun ---

Wkwkwkwkwkwkwkwk

Tertawalah sebelum tertawa itu dosa.

Cara Mempercepat Browsing Mozilla Firefox

Cara mempercepat kinerja browser
kita sehingga bisa browsing dan
d*****ad lebih Grreess dan Ngebut!!
Cekidot !!

  • 1. Aktifkan Pipelining

Biasanya browser bekerja dengan mengirimkan permintaan kepada server dan menunggu respon sebelum melanjutkan proses. Pipelining adalah sebuaht eknik lebih agresif yang memungkinkan browser untukmengirimkan beberapa permintaan sekaligus sebelum menerima respon apapun untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengunduh isi halaman.
Untuk mengaktifkan fungsi ini ketik "about:config" pada kotak alamat,
klik-ganda pada "network.http.pipelining" dan "network.http.proxy.pipelining" agar nilainya berubah menjadi "true"
kemudian klik-ganda pada"network.http.pipelining.maxrequest" dan jadikan nilainya "8".
  • 2. Render dengan Cepat

Situs yang besar dan rumit bisa memakan waktu untuk diunduh. Firefox tidak ingin membuat Anda menunggu, jadi dengan pengaturan standar Firefox akan langsung menampilkan apa yang ia terima setiap 0,12 detik.  Walaupun hal ini membuat browser terkesan lebih cepat, rendering ulang yang dilakukan terus menerus meningkatkan waktu total yang dibutuhkan untuk
menampilkan halaman, kita dapat mengurangi jumlah rendering ulang untuk meningkatkan kinerja.
Ketik "about:config" dan tekan [ENTER],
Kemudian klik kanan pada tampilan utama dan kemudian, pilih "New >Integer". 
Ketik "content.notify.interval" sebagai nama preferensi Anda, klik "ok", masukkan "500000" (500 ribu) dan klik "ok" kembali. 
Klik kanan lagi pada tampilan dan pilih "New >Boolean".
Kali ini buat nilai disebut "content.notify.ontimer" dan atur menjadi "True" untuk menyelesaikan tugas Anda.

  • 3. Loading Lebih Cepat

Jika Anda tidak menggerakkan tetikus atau menyentuh keyboard selama 0,75 detik, Firefox  akan masuk ke dalam mode "low frequency interrupt" yang artinya interface-nya menjadi kurang  responsif tetapi bisa me-load halaman lebih cepat. 
Ketik "about:config" dan tekan  [ENTER]. 
Klik kanan pada tampilan dan pilih "New > Integer". 
Ketik"content.switch.threshold", klik "ok", masukkan "250000" (seperempat detik) dan klik "ok" untuk menyelesaikan.  

---------- Selamat mencoba --------------

Tuhan...

Tuhan...
Pernahkah engkau membuka file-file Hidden-ku?
Aku menyimpan banyak foto dan video, tak terusikkah Engkau untuk menikmatinya?
Aku ciptakan berbagai gaya dan cara
Mungkin kelak akan Kau terbitkan dalam firman-firman Mu

Aku tahu Tuhan...
Karena Engkau tidak beranak dan tidak diperanakkan

Maka koleksi foto dan video-ku akan terus aku simpan, untuk kunikmati sendiri


To my 'Beautiful Girl' : 'Till Death do us a part